Kemenlu sebut kasus TPPO di RI meningkat drastis
Tangerang (ANTARA) – Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) menyebutkan bahwa kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terhadap pekerja migran Indonesia (PMI) mengalami peningkatan cukup drastis pada periode tahun 2020-2023.
Diplomat Muda Direktorat Perlindungan WNI Kemlu RI, Rina Komaria di Tangerang, Jumat mengatakan jika berdasarkan data periode 2020-2023 itu tercatat sebanyak 1.800 kasus TPPO atau naik tujuh kali lipat.
"Sejak tahun 2020 sampai 2023 saat ini, 1.800 orang telah menjadi korban pengiriman PMI non prosedural ke berbagai negara," katanya.
Menurut dia, jumlah kasus TPPO PMI yang dikirim ke luar negeri secara ilegal telah meningkat tujuh kali lipat, mulai dari sekira lebih 140 kasus pada tahun 2020 hingga 2021, kemudian meroket di angka 700 kasus pada tahun 2021 sampa 2022 dan terakhir menyentuh angka 1.800 orang pada tahun 2023.
Ia menjelaskan dari jumlah tersebut, mayoritas sekira 1.000 orang PMI ilegal di antaranya dikirim ke luar negeri yaitu ke negara Kamboja.
"Dan di sana, mereka (PMI) dipekerjakan pada perusahaan yang memiliki situs judi melalui online scammer yang diiming-iming tawaran kerja di luar negeri, bahkan rata-rata dipaksa bekerja," ujarnya.
Ia pun berharap kepolisian ataupun pihak terkait lainnya bisa bersinergi bersama untuk langsung menindaklanjuti kasus tersebut dengan cara pengungkapan ataupun menangkap terhadap para sindikat TPPO itu.
"Sehingga dalam hal ini dari sisi kami bisa semakin kuat dalam upaya perlindungan para WNI di luar negeri," tuturnya.
Selain itu, kata dia, instansi terkait lainnya juga dapat mengedukasi masyarakat agar tidak terlena penipuan dengan lowongan kerja yang banyak beredar di media sosial dengan menjanjikan bekerja sebagai operator game online, customer service, marketing, dan lainnya ke negara yang konflik.
"Jadi sangat berhati-hati dalam melamar pekerjaan melalui lowongan pekerjaan yang tidak jelas, cek dulu keabsahannya. Karena dalam catatan kami, WNI di sektor ini semakin menyebar, yang tadinya hanya tercatat di Filipina dan Kamboja, sekarang sudah ada di Myanmar, Laos, Vietnam, bahkan UEA (Uni Emirat Arab)," ungkap dia.